Sunday, November 13, 2011

I. KITAB TENTANG WAHYU


BAB I. Bagaimana Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman : Aku telah menurunkan wahyu kepadamu (Muhammad) sebagaimana Aku telah menurunkannya kepada Nuh dan nabi-nabi sesudah dia (QS An-Nisa’ [4] : 163
           
1.      ‘Umar bin Al-Khththab r.a pernah berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Segala amal perbuatan bergantung pada niat dan setiap orang akan pahala sesuai dengan niatnya. Maka siapa saja yang berhijrah dengan niat mencari keuntungan duniawi atau untuk mengawini seorang perempuan, (pahala) hijrahnya sesuai dengan niatnya itu.” [1:1-S.A.]

2.      Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a : Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah! Bagaimana wahyu Allah Swt diturunkan kepadamu?” Rasulullah menjawab, “Kadang-kadang ia diturunkan seperti bunyi sebuah lonceng, dari berbagai cara wahyu diturunkan cara inilah yang paling berat dan kemudian suara (lonceng) itu menghilang setelah aku menerima wahyu itu. Kadang-kadang malaikat menemuiku dengan wujud seorang laki-laki dan berbicara kepadaku, dan aku mengingat apapun yang ia katakan.” ‘Aisyah r.a menambahkan: Ketika Nabi Saw sedang menerima wahyu pada malam yang dingin aku melihat peluh berjatuhan dari dahinya hingga wahyu itu selesai diturunkan Allah Swt. [1:2-S.A.]

3.      Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a : Mula-mula wahyu Allah Swt diturunkan kepada Rasulullah Saw dalam bentuk mimpi-mimpi yang kebenarannya seterang cahaya siang hari, lalu kecintaan ber-khalwat (mengasingkan diri untuk untuk beribadah kepada Allah) dilimpahkan Allah Swt kepadanya. Ia pergi ber-khalwat di Gu Hira tempat ia beribadah kepada Allah Swt terus-menerus selama beberapa malam sebelum kembali (atau ia ingin berjumpa dengan) keluarganya. Ia membawa bekal makanan untuk persediaan dan pulang menemui Khadijah (istrinya) untuk mengambil lagi bekal makanan hingga wahyu secara tiba-tiba diturunkan kepadanya pada saat ia masih berada di gua itu. Malaikat datang menemuinya dan menyuruhnya untuk membaca. Nabi Saw menjawab, “Aku tidak bisa membaca” Nabi Saw meneruskan, “Kemudian malaikat itu memelukku (dengan kuat) dan menekanku begitu keras hingga aku tidak bisa bernafas. Kemudian ia melepaskanku dan kembali menyuruhku membaca dan kujawab, “Aku tidak bisa membaca”. Lalu ia menangkapku lagi dan untuk kedua kalinya memelukku hingga aku tidak bisa bernafas. Kemudian ia membebaskanku dan menyuruhku untuk membaca , namun kembali ku jawab, “Aku tidak bisa membaca (atau apa yang dapat kubaca)?”. Lalu untuk ketiga kalinya ia menangkap aku dan memelukku dengan kuat, kemudian melepaskan pelukannya dan berkata, Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah yang maha pemurah”(QS Al-Alaq [96] : 1-3). Kemudian Rasulullah Saw pulang membawa wahyu itu dengan hati yang gundah. Setelah itu Nabi Saw pergi menemui Khadijah binti Khuwailid r.a dan berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!” Dia menutupi tubuhnya dengan selimut hingga rasa takutnya hilang dan setelah itu menceritakan kepada Khadijah apa yang telah terjadi (lalu berkata), “Aku takut sesuatu akan terjadi padaku.” Khadijah menjawab, “Tak pernah! Demi Allah , Allah tidak akan pernah memberimu aib. Kau berbuat baik terhadap sahabat dan kerabat, menolong orang miskin dan papa, memuliakan tamu mu dan memberikan bantuan  kepada orang-orang yang ditimpa kemalangan.” Kemudian Khadijah mempertemukan Nabi Saw dengan sepupunya, Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abd Al-Uzza, yang pada masa Jahiliyah menjadi pengikut Nasrani dan menulis (Kitab Injil) dengan bahasa Ibrani. Ia menulis Injil dalam bahasa Ibrani sebanyak yang diinginkan Allah. Ia sudah uzur dan matanya telah buta. Khadijah berkata kepadanya, “Sepupuku! Dengarkanlah cerita kemenakan laki-lakimu ini.” Waraqah bertanya, “Kemenakanku! Apa yang telah engkau lihat?” Rasulullah Saw pun menjelaskan apa yang telah dilihatnya. Setelah mendengarkan cerita Nabi Saw Waraqah berkata, “Ia adalah malaikat yang sama (yaitu Jibril) yang diutus Allah kepada Musa. Seandainya aku masih muda dan hidup hingga datangnya ketika kaummu mengusirmu.” Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Ia menjawab dengan tegas, “Setiap orang (laki-laki) yang datang dengan sesuatu yang mirip dengan yang kau bawa, pasti akan dimusuhi ; dan seandainya aku hidup hingga datangnya hari itu (ketika kau diusir) niscaya aku akan membelamu denga seluruh kemampuanku.”Tetapi selang beberapa hari Waraqah meninggal dunia dan wahyu Ilahi berhenti untuk sementara waktu. [I:3-S.A.]

4.      Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari r.a tentang mas terhentinya wahyu, Jabir mengungkapkan perkataan Nabi Saw, “Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Aku mendongakkan kepala dan kulihat malaikat yang sama, yang pernah mendatangiku di Gua Hira, duduk di sebuah kursi diantar langit dan bumi. Aku merasa takut terhadapnya dan pulang kerumah dan berkata, “selimuti aku.” Kemudian Allah Swt menurunkan ayat-ayat suci (Al-Qur’an) berikut ini : Hai orang yang berselimut! Bangunlah dan beri peringatan! Tuhanmu agungkanlah! Sandangmu bersihkanlah, dan segala yang keji tinggalkanlah! (QS Al-Muddatstsir [74] : 1-5) Setelah itu, wahyu Ilahi mulai diturunkan dengan kerapnya silih berganti.” [1:3(B)-S.A.]

5.      Dalam sebuah penjelasan terhadap firman Allah Swt berikut ini : Janganlah gerakkan lidahmu (dalam membaca Al-Qur’an, hai Muhammad), karena hendak cepat-cepat menguasainya (QS Al-Qiyamah [75] : 16), Ibn ‘Abbas r.a mengatakan, “Rasulullah menerima wahyu dengan perasaan yang sangat tertekan, dan menggerakkan bibirnya (dengan cepat).”Seraya menggerakkan bibirnya sendiri Ibn ‘Abbas r.a berkata: “Aku menggerakkan bibirku (di depanmu) seperti halnya Rasulullah Saw menggerakkan bibirnya.” Maka Allah Swt berfirman : Janganlah gerakkan lidahmu (dalam membaca Al-Qur’an, hai Muhammad), karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya dan memberikan kemampuan (kepadamu untuk) membacakannya. (QS Al-Qiyamah [75] : 16,17) (Hal ini mengandung pengertian Allah Swt berkehendak agar Nabi Saw mengingat bagian [ayat] Al-Qur’an yang diturunkan pada waktu itu dengan hatinya [dan membacanya]). Firman Allah Swt : Maka apabila Kami telah membacakannya kepadamu (Muhammad Saw melalui perantaraan Jibril), ikutilah pembacaannya (QS Al-Qiyamah [75] : 19) yang berarti bahwa Allah Swt yang akan membacakannya. Sesudah itu Rasulullah Saw mendengarkan (apa yang di wahyukan Allah Swt melalui perantaraan) Jibril kapanpun ia menemuinya dan setelah Jibril berangkat ia mengulangi pembacaan wahyu Allah Swt yang telah dibacakan Jibril kepadanya. [1:4-S.A.]

6.      Dari Ibn ‘Abbas r.a bahwa Rasulullah Saw orang yang paling dermawan, dan beliau paling bermurah hati pada dalam bulan Ramadhan, yaitu ketika Jibril menemuinya. Setiap malam di bulan Ramadhan Jibril menemuinya untuk mengajarinya Al-Qur’an. Rasulullah Saw adalah pribadi yang sangat mulia, bahkan lebih mulia dari pada angin (yang mengandung hujan [yang dikirim Allah] untuk mendatangkan kebaikan). [1:5-S.A.]

7.      Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas : Abu Sufyan bin Harb mengabarkan kepadaku bahwa Heraclius telah mengirimkan seorang utusan kepadanya ketika ia memimpin sebuah kafilah suku Quraisy. Mereka tengah berniaga di negri Syam (Syria, Palestina, Lebanon, dan Yordania), pada saat yang bersamaan dengan masa gencatan senjata antar Rasulullah Saw dengan Abu Sufyan dan sahabat-sahabatnya menemui Heraclius di Ilya’ (Yerusalem). Heraclius yang dikelilingi para pembesar Romawi menemui mereka di sebuah ruang sidang. Melalui seorang penerjemah Heraclius bertanya kepada mereka, “Siapa diantara kalian yang paling dekat hubungan kekeluargaannya denga orang yang menyebut dirinya seorang Nabi?” Abu Sufyan menjawab “Aku.” Heraclius berkata, “Bawa dia mendekat dan biarkan para pengikutnya berdiri dibelakangnya.” (Abu Sufyan meneruskan), “Heraclius menyuruh penerjemahnya memberi tahu sahabat-sahabatku bahwa ia akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku tentang orang yang menyebut dirinya seorang nabi (Nabi Saw), dan apabila aku berdusta ia meminta para sahabat-sahabatku untuk menyangkalnya.” (Abu Sufyan melanjutkan lagi), “Demi Allah! Kalau bukan karena rasa malu para sahabatku akan menyebut diriku sebagai pembohong, niscaya aku akan berdusta tentang Nabi Saw.”Pertanyaan pertama yang diajukannya kepadaku adalah, “Bagaimana kedudukan orang itu disuku kalian?” Aku menjawab, “Ia berasal dari keluarga terpandang diantara kami.” Heraclius bertanya lebih jauh, “Apakah sebelum dia ada orang dari sukumu yang mengaku sebagai nabi?” Aku menjawab “Tidak ada.” Tanya Heraclius, “Apakah pengikutnya orang-orang terkemuka atau orang-orang miskin?” Aku menjawab, “Para pengikutnya adalah orang-orang miskin.” Ia berkata, “Apakah para pengikutnya setiap hari bertambah atau berkurang?” Aku menjawab, “Para pengikutnya terus bertambah.” Kemudian ia bertanya, “Apakah ada diantara pengikutnya yang kemudian tidak senang dan meninggalkan agama yang dipeluknya?” Aku jawab, “Tidak ada.” Heraclius berkata, “Apakah kalian pernah menuduhnya berdusta sebelum ia mengaku dirinya sebagai nabi?” Aku menjawab, “Tidak pernah.” Heraclius berkata, “Apakah ia pernah menghianati atau melanggar perjanjian?” Aku menjawab, “Tidak”. Kami sedang melakukan gencatan senjata dengannya namun kami tidak dapat memperkirakan apa yang akan ia perbuat (dengan perjanjian itu).” Hingga saat itu aku tidak menemukan kesempatan untuk menentangnya kecuali dengan perkataanku yang terakhir. Heraclius bertanya, “Apakah kalian pernah berperang dengannya?” Aku menjawab, “Pernah.” Kemudian dia berkata, “Bagaimana kesudahan peperangan itu?” Aku menjawab, “Sekali waktu dia menang, dan di lain waktu kami yang menang.” Heraclius berkata,”Apa yang dia perintahkan untuk dikerjakan?” Aku menjawab,”Dia menyuruh kami untuk menyembah Allah yang esa, dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatupun, dan menyuruh kami meninggalkan ajaran nenek moyang kami. Ia memerintahkan kami untuk mendirikan shalat, berkata benar, menjaga kehormatan, dan menyambung silaturahim.”

            Melalui penerjemahnya, Heraclius menyampaikan perkataan berikut ini : “Aku bertanya kepadamu kedudukan keluarga orang itu dan kau menjawab bahwa ia berasal dari keluarga yang terpandang. Semua Rasul adalah orang-orang terpilih yang berasal dari keluarga yang mulia. Aku bertanya kepadamu apakah ada orang lain dari suku kalian yang mengaku nabi sebelum dirinya, kau menjawab tidak ada. Jika kau menjawab sebaliknya aku akan berfikir bahwa dia mengikuti perkataan orang (yang mengaku dirinya sebagai nabi) sebelum dia. Lalu aku bertanya kepadamu apakah diantara leluhurnya ada yang menjadi raja. Kau menjawab tidak ada, apabila kau menjawab sebaliknya aku akan berfikir bahwa ia sedsang berusaha mengambil kembali kerajaan leluhurnya. Lebih jauh aku bertanya apakah apakah ia pernah dituduh berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dia samapaikan, dan kau menjawab tidak pernah. Aku akan sangat heran apabila orang yang tidak pernah mengatakan kebohongan terhadap orang lain berkata dusta tentang Allah. Aku bertanya pula kepadamu, apakah pengikutnya orang-orang kaya atau orang-orang miskin. Menurut pengakuanmu pengikutnya adalah orang-orang miskin. Pada kenyataannya pengikut para rasul adalah orang-orang miskin. Aku pun bertanya kepadamu apakah jumlah pengikutnya bertambah terus atau berkurang. Kau menjawab bahwa pengikutnya bertambah terus, dan kenyataan itu menunjukkan bahwa inilah jalan keimanan yang benar, hingga ajaran itu lengkap dan sempurna. Aku juga bertanya kepadamu apakah ada orang yang memeluk agama itu dan kemudian merasa tidak senang dan meninggalkannya. Kau menjawab tidak ada, dan hal ini merupakan pertanda dari keimanan yang benar. Aku bertanya apakah ia pernah berhianat. Kau menjaswab tidak pernah, dan para rasul tidak pernah berkhianat. Kemudian kutanyakan padamu apa yang dia perintahkan. Kau menjawab bahwa ia memerintahkan kalian untuk menyembah Allah yang esa dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatupun dan melarang kalian menyembah berhala dan menyuruh kalian mendirikan shalat, berbicara benar, dan menjaga kehormatan. Seandainya semua yang kau katakan benar, tidak lama lagi dia akan menempati tempat (yang berada dibawah kakiku saat ini dan aku ketahui dari kitab Injil) yang menjadi tempatnya menghadap (Yerusalem) tetapi aku tidak menyangka bahwa ia akan berasala dari kaummu, dan seandainya aku yakin dapat menjangkaunya, sesegera mungkin aku akan datang menemuinya dan jika aku telah bersamanya niscaya aku akan membasuh kakinya.”
            Heraclius kemudian menanyakan sebuah surat yang dikirimkan kepada Rasulullah Saw melalui Diyha kepada Gubernur Busra, yang diperlihatkan kepada Heraclius untuk dibaca. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut : Dengan nama Allah, yang maha pengasih, yang maha penyayang. (Surat ini) dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya ditujukan kepada Heraclius, penguasa Byzantium. Kedamaian bagi mereka, para pengikut jalan kebenaran. Kemudian setelah itu : Aku mengajak anda untuk masuk agama Islam, dan bila anda menjadi seorang muslim anda akan memperoleh keselamatan, dan Allah Swt akan memberi anda pahala ganda, namun jika anda menolak ajakan untuk masuk islam ini anda akan melakukan perbuatan dosa (dengan mengikuti jalan sesat) kaum ‘Arisiyin. Dan (aku tuliskan untuk anda firman Allah Swt) :Hai ahli Al-Kitab! Marilah kita bersatu kata, antara kita, kalian, dan kami, bahwa kita tidak menyembah selain Allah. Dan bahwa kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatupun. Bahwa kita tidak menjadikan antara kita sendiri sembahan-sembahan selain Allah. Jika mereka berpaling, katakanlah, “Saksikan olehmu bahwa kami adalah muslim (orang yang berserah diri kepada Allah Swt.)”(QS Ali ‘Imran [3] : 64). Abu Sufyan kemudian melanjutkan, “Ketika Heraclius telah menyelesaikan pembicaraannya dan membaca surat itu, ruang sidang itu menjadi riuh, maka kami dikeluarkan dari tempat itu. Aku berkata kepada para sahabatku bahwa bahwa pertanyaan tentang Ibn Abi kabsyah2 (Nabi Muhammad Saw) telah menjadi begitu mulia sehingga pemimpin Bani Al-Ashfar (Byzantium) takut terhadapnya. Sejak itu aku jadi yakin bahwa ia(Nabi Saw) akan menjadi penakluk di masa yang akan datang hingga aku memeluk agama Islam (dengan petunjuk Allah Swt).” (Perawi lain menambahkan bahwa) Ibn An-Nathur adalah Gubernur Ilya’ (Yerusalem) dan Heraclius adalah pemimpin Nasrani dari Syam.
            Ibn An-Nathur menceritakan bahwa suatu ketika Heraclius mengujungi Yerusalem, dan pada suatu pagi ia bangun dengan wajah yang murung. Para pendetanya bertanya apa yang membuatnya murung? Heraclius adalah seorang astrolog dan peramal. Ia menjawab, “Pada suatu malam ketika aku melihat bintang-bintang, aku melihat bahwa pemimpin orang-orang yang mempraktikkan khitan telah muncul (dan menjadi penakluk), (lalu ia bertanya) siapa saja yang mempraktikkan khitan?” Orang-orang disekeliling nya menjawab, “Selain orang-orang Yahudi, tidak ada lagi yang mempraktikkannya,  jika demikian anda tidak harus takut terhadap mereka. Anda tinggal memberi perintah untuk membunuh semua orang Yahudi di negri ini.” Ketika mereka sedang mendiskusikan hal itu, seorang utusan yang dikirim dari kota Ghassan membawa surat dari rasulullah Saw. Setelah membaca surat itu Heraclius segera memerintahkan orang-orangnya untuk melihat apakah utusan penguasa Ghassan itu  di khitan atau tidak.  Orang-orang mengatakan kepada Heraclius bahwa pria itu di khitan. Heraclius kemudian bertanya kepada utusan itu tentang (kebiasaan) orang-orang Arab. Utusan itu berkata, :Orang-orang Arab juga mempraktikkan khitan.” (Setelah mendengar hal itu) ia menyebutkan bahwa kedaulatan bangsa ini (Arab) telah muncul. Heraclius kemudian menulis sebuah surat kepada sahabatnya di Roma yang tingkat kemampuannya sbanding dengannya. Lalu Heraclius meninggalkan Hims (sebuah kota di Syria) dan tinggal disana hingga ia mendapat surat balasan dari sahabatnya yang bersetuju dengan pendapatnya bahwa seorang nabi telah muncul dan pada kenyataannya ia memang benar-benar seorang nabi.
            Heraclius mengundang para pejabat pemerintahan Byzantium untuk berkumpul di istananya di kota Hims. Ketika semua pejabat telah kumpul, ia menyuruh seluruh pintu istana dikunci. Kemudian ia menemui mereka dan berkata, “Wahai segenap bangsa Romawi! Seandainya keberhasilan menjadi tujuan kalian dan seandainya kalian mencari pemimpin yang tepat dan ingin kekuasaan tetap berada ditangan kalian maka berikanlah baiat kepada nabi Muhammad Saw (dengan memeluk Islam).” (Mendengar pandangan Heraclius ini) mereka berlarian mencari pintu keluar namun menemukan semua pintu terkunci. Ketika Heraclius menyadari bahwa mereka membenci Islam dan harapannya agar mereka memeluk Islam sia-sia. Ia memberi perintah, “Bawa mereka kembali kepadaku.” (Ketika mereka semua sudah berada dihadapannya) ia berkata, “Apa yang baru kukatakan pada kalian barusan kumaksudkan sebagai ujian terhadap keyakinan kalian dan aku telah melihatnya” Orang-orang yang sebelumnya terlihat tidak berdaya di hadapannya menjadi berubah gembira, dan inilah akhir dari kisah Heraclius (yang berhubungan dengan keimanannya). [1:6-S.A.]


No comments:

Post a Comment